Jumat, 18 April 2014

makalah pengolahan mineral (1)


BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
          Pengolahan mineral (mineral dressing) adalah pengolahan mineral secara fisik. Tujuan dari pengolahan mineral adalah meningkatkan kadar logam berharga dengan cara membuang bagian-bagian dari bijih yang tidak diinginkan. Secara umum, setelah proses mineral dressing akan dihasilkan tiga kategori produk.
1.   Konsentrat, dimana logam-logam berharga terkumpul dan dengan demikian kadarnya menjadi tinggi.
2.   Tailing, dimana bahan-bahan tidak berharga (bahan ikutan, gangue mineral) terkumpul.
3.   Middling, yang merupakan bahan pertengahan antara konsentrat dan tailing.
Teknik pengolahan mineral bermacam-macam. Pengaplikasiannya sangat tergantung pada jenis bijih atau mineral yang akan ditingkatkan konsentrasinya. Pemilihan teknik didasarkan pada perbedaan sifat-sifat fisik dari mineral-mineral yang ada dalam bijih tersebut. Teknik-teknik yang digunakan dalam proses pengolahan mineral di antaranya adalah:

Konsentrasi gravitasi

Teknik ini memanfaatkan perbedaan berat jenis antara mineral-mineral. Mineral-mineral dipisahkan dengan peralatan yang berprinsip pada pemisahan berat jenis seperti jigging, rake classifier, spiral classifier, vibrating table, dll.

Flotasi

Teknik ini memanfaatkan perbedaan sifat permukaan mineral-mineral. Dengan menambahkan reagen kimia yang bisa membuat permukaan salah satu mineral menjadi hidrofil sementara bagian reagen itu sendiri memiliki sifat hidrofob, maka mineral bersangkutan dapat diangkat oleh gelembung yang ditiupkan ke permukaan untuk dipisahkan. Biasnya mineral-mineral sulfida dipisahkan dengan cara ini.

Magnetic Separation

Cara ini memanfaatkan sifat magnet dari mineral-mineral. Mineral yang bersifat feromagnetik dipisahkan dari mineral yang bersifat diamagnetik.
Dan teknik-teknik lainnya, seperti electric separator, dll.
I.2 Tujuan
          Diharapkan mahasiswa atau pelajar memahami tekhnik dasar PENGOLAHAN MINERAL dan dapat menerapkannya dibidang  industri.
1.3 Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan pengolahan mineral?
Tahapan-tahapan pengolahan mineral?


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGOAHAN BIJIH
          Pengolahan Bijih atau dalam pengertian yang lebih luas lagi biasa disebut dengan pengolahan bahan galian (Mineral dressing, Mineral beneficiation) adalah proses pemisahan mineral berharga (mineral bijih/ore mineral) dari mineral tak berharga (pengotor/gangue mineral) yang dilakukan secara mekanis, untuk menghasilkan produk yang kaya dengan mineral berharga (biasa disebut konsentrat) dan  tailing yaitu produk yang pada dasarnya terdiri dari mineral tak berharga.
Skematik pengolahan mineral bijih secara umum dapat ditunjukan seperti pada gambar.

Gambar 1. Flow Sheet Pengolahan
Proses pemisahan dilakukan secara mekanis dengan memanfaatkan perbedaan sifat-sifat fisik mineral yang akan dipisah. Adapun sifat-sifat fisik yang dimiliki oleh mineral adalah sifat kemagnetan, kelistrikan/konduktivitas, density, sifat permukaan, tekstur, dan warna.
Beberapa bahan galian dalam pemanfaatanya tidak selalu memerlukan pemisahan. Bahan galian industri dalam pemanfaatannya hanya melalui proses pengecilan ukuran dan pengayakan. Namun untuk bijih-bijih yang berkadar rendah, misal bijih besi berkadar Fe 45%. Bijih besi tersebut harus melalui proses pemisahan untuk meningkatkan kadar Fe, agar sesuai dengan persyaratan proses ekstraksi.
Berdasarkan aplikasi di industri dan pemanfaatanya, bahan galian dapat dibedakan menjadi tiga kelompok.
a)     Bijih (ore) yaitu bahan galian yang mengandung mineral tertentu dengan kadar yang cukup untuk ditambang dan diolah atau diekstrak metalnya sehingga memberikan keuntungan. Mineral yang logamnya diekstrak disebut sebagai mineral bijih (ore mineral) sedangkan mineral lainnya disebut sebagai mineral gangue (mineral tak berharga).
b)    Bahan Bakar (fuel) yaitu bahan galian yang dimanfaatkan sebagai energi seperti batu bara dan minyak bumi.
c)     Bahan galian industri (non metalic mineral), yaitu bahan galian yang dimanfaatkan karena memiliki sifat-sifat fisik/mekanik tertentu seperti kekuatan, kehalusan, keindahan.
Jenis/tipe mineral berdasarkan komposoisi alamiah
a)     Native, metal dalam bijih berbentuk unsur, Au, Cu.
b)    Sulfida, mineral bijih berkomposisi sulfida. Chacopyrite (CuFeS2), Galena (PbS), Sfalerit (ZnS)
c)     Oksida, Mineral bijih berkomposisi oksida, karbonat, sulfat, silikat. Hematite (Fe2O3), Garnirit (H2(NiMg)SiO4, Azurit (2CuCO3.Cu(OH)2.
d)    Komplek , bijih lebih dari satu mineral berharga. Bijih sulfida, galena, chalcopyrite, sfalerit. Bijih kompleks sulfida Pb, Cu, Zn.

2.1.1Tujuan Pengolahan.
          Pada dasarnya setiap usaha pengolahan selalu memiliki tujuan yang harus dicapai, begitu juga dengan pengolahan bahan galian/bijih/mineral. Ada dua tujuan yang ingin dicapai pada pengolahan ini, yaitu tujuan teknis dan tujuan ekonomis. Tujuan teknis lebih mengedepankan bagaimana memperoleh produk (konsentrat) yang memenuhi syarat yang diinginkan, baik untuk proses selanjutnya, atau untuk konsumen. Secara teknis persyaratan yang diperlukan untuk konsentrat adalah:
a)     Kandungan mineral berharga harus lebih besar dari nilai minimum yang ditentukan.
b)    Kandungan gangue mineral harus lebih kecil dari nilai maksimum yang ditentukan.
c)     Kandungan air harus lebih rendah dari nilai maksimum yang ditentukan.
d)    Ukuran partikel harus lebih besar dari nilai minimum yang ditentukan.
Secara ekonomis pengolahan bertujuan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.  Untuk itu ada beberapa persyaratan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan ekonomisnya;
a)     Mengambil semua jenis mineral berharga, jika bijih mengandung lebih dari satu mineral berharga.
b)    Kehilangan mineral berharga dalam tailing harus sekecil mungkin, recovery harus besar.
c)     Mengolah bijih dengan ongkos yang rendah, dengan mengolah bijih bertonase besar.
Proses dasar pengolahan mineral
2.2 KOMINUSI
          Kominusi merupakan salah satu tahapan pada pengolahan bijih, mineral atau bahan galian. Pada kominusi,  bijih atau mineral dari tambang yang berukuran besar lebih daripada 1 meter dapat dikecilkan menjadi bijih berukuran kurang daripada 100 mikron. Pada umumnya bijih, mineral atau bahan galian dari tambang masih berukuran cukup besar. Sehingga sangat tidak mungkin dapat secara langsung digunakan atau diolah lebih lanjut. Bijih atau mineral dalam ukuran besar biasanya berkadar sangat rendah dan terikat dengan mineral pengotornya. Liberasi  mineral berharga masih rendah pada ukuran bijih yang besar. Sehingga untuk dapat diolah dan untuk dapat meningkatkan kadar mineral tertentu harus melalui operasi pengecilan ukuran terlebih dahulu. Operasi pengecilan ukuran bijih umumnya dibagi dalam dua tahapan yaitu: operasai peremukan atau crushing dan operasi penggerusan atau grinding.
2.21Tujuan Operasi Pengecilan Ukuran Pada Kominusi
          Pada prinsipnya tujuan operasi pengecilan ukuran bijih, mineral atau bahan galian adalah:
a)      Membebaskan ikatan mineral berharga dari gangue-nya.
b)    Menyiapkan ukuran umpan sesuai dengan ukuran operasi konsentrasi atau ukuran pemisahan.
c)     Mengekspos permukaan mineral berharga, Untuk proses hyrometalurgi tidak perlu benar-benar bebas dari gangue.
d)    Memenuhi keinginan konsumen atau tahapan berikutnya.
Salah satu besaran yang penting dalam operasi kominusi adalah rasio ukuran bijih awal terhadap ukuran bijih hasil atau produk, atau biasa disebut dengan reduction ratio atau rasio reduksi. Nilai Reduction ratio akan berpengaruh terhadap kapasitas produksi dan juga berpengaruh terhadap energi produksi. Pada operasi crushing, rediction ratio biasanya berkisar antara dua sampai dengan  sembilan. Untuk pengecilan ukuran yang menggunakan Jaw crusher atau cone crusher akan lebih efisien jika menerapkan reduction ratio sekitar tujuh. Pada operasi grinding atau penggerusan reduction rasio bisa mencapai lebih daripada 200. Artinya ukuran umpan 200 kali lebih besar daripada ukuran produk.
Gambar 1. menunjukkan contoh diagram alir operasi pengecilan ukuran bijih, mineral atau bahan galian. Secara umum operasi pengecilan ukuran bijih melibatkan operasi crushing, grinding dan sizing. Pabrik pengolahan bijih biasanya dimulai dengan operasi sizing, yaitu pemisahan berdasarkan besar ukuran dengan menggunakan Grizzly Feeder. Alat ini akan mengeluarkan bijih yang memiliki ukuran yang lebih kecil daripada ukuran setting Jaw Crusher. Grizzly Feeder juga berfungsi sebagai pengatur laju penumpanan. Umpan yang masuk diatur sesuai dengan kapasitas Jaw CrusherUnderflow yang merupakan Under size dari Grizzly Feeder langsung masuk ke Cone Crusher. Sedangkan overflow yang merupakan oversize dari Grizlly Feeder  masuk ke Jaw Crusher.
Gambar 1. Diagram Operasi Kominusi Untuk Pengecilan Ukuran Bijih
Jaw Crusher menerima umpan dari  overflow-nya Grizzly Feeder dan oversize dari Screen 1. Operasi Screen 1 akan memisah ukuran bijih berdasarkan besar ukuran umpan yang dapat diterima oleh Cone Crusher. Jadi fungsi Screen 1 adalah untuk memastikan bahwa ukuran produk Jaw Crusher dapat diterima dan yang masuk ke cone crusher.
Cone Crusher menerima umpan  yang merupakan underflow-nya grizzly feeder, under flow-nya screen 1, dan overflow-nya screen 2.  Fungsi sreen 2 adalah untuk mengeluarkan ukuran bijih yang lebih besar dari kemampuan Ball Mill.  Sehingga yang masuk ke Ball Mill hanya bijih berukuran yang sesuai dengan kemampuan Ball Mill.
Ball Mill menerima umpan yang merupakan underflow-nya screen 2  dan undersize yang merupakan underflow-nya classifier. Produk operasi Ball Mill masuk dalam classifier untuk dipisah berdasarkan ukuran.  Classifier membagi produk ball mill menjadi dua bagian yaitu underflow dan overflow. Overflow classifier merupakan bijih dengan ukuran yang sudah sesuai dengan target operasi kominisi dan siap untuk dipasah bedasarkan sifat-sifat fisiknya. Sedangkan underflow merupakan produk ball mill yang terdiri dari bijih berukuran kasar yang belum siap untuk dipisiah. Bijih dari Underflow langsung masuk lagi ke dalam ball mill.
2.2.12Tahapan Kominusi:
          Peremukan, crushing biasanya digunakan  untuk pengecilan ukuran sampai ukuran bijih kurang lebih 20 mm, sedangkan penggerusan, grinding digunakan untuk pengecilan ukuran mulai dari 20 mm sampai halus.  Umumnya pengecilan ukuran bijih dilakukan secara bertahap yaitu:
a)     Peremukan tahap pertama, primary crushing, mengecilkan ukuran bijih sampai ukuran 20 cm.
b)    Peremukan tahap kedua, secondary crushing, mengecilkan ukuran bijih dari sekitar 20 cm sampai 5 cm.
c)     Peremukan tahap ketiga, tertiary crushing, mengecilkan ukuran bijih dari 5 cm menjadi sekitar 1 cm
d)    Penggerusan kasar, grinding, mengecilkan ukuran bijih mulai dari sekitar 1 cm menjadi selkitar 1 mm.
e)     Penggerusan halus,fine grinding, mengecilkan ukuran bijih mulai dari 1 mm menjadi halus, biasanya ukuran bijih menjadi kurang dari 0,075 mm.
Kemampuan alat dalam mengecilkan ukuran sangat terbatas, sehingga  pengecilan selalu dilakukan bertahap. Tahap peremukan biasanya dilakukan dengan reduksi rasio antara 4 sampai 7, sedangkan penggerusan pengecilan dilakukan dengan reduksi rasio 15 sampai 60. Reduksi rasio ukuran merupakan perbandingan ukuran umpan terhadap ukuran produk.


2.2.3Mekanisme Peremukan, Aksi kominusi
          Prinsip peremukan adalah adanya gaya luar yang bekerja atau diterapkan pada bijih dan gaya tersebut harus lebih besar dari kekuatan bijih yang akan diremuk. Mekanisme peremukannya tergantung pada sifat bijihnya dan bagaimana gaya diterapkan pada bijih tersebut. Setidaknya  ada empat gaya yang dapat digunakan untuk meremuk atau mengecilkan ukuran bijih.
a)     Compression, gaya tekan. Peremukan dilakukan dengan memberi gaya tekan pada bijih. Peremukannya dilakukan diantara dua permukaan plat. Gaya diberikan oleh satu atau kedua permukaan plat.  Pada Kompresi, energi yang digunakan hanya pada sebagian lokasi, bekerja pada sebagian tempat. Terjadi ketika Energi yang digunakan hanya cukup untuk membebani daerah yang kecil dan menimbulkan titik awal peremukan. Alat yang dapat menerapkan gaya compression ini adalah: Jaw crusher, gyratory crusher dan roll crusher.
b)    Impact, gaya banting. Peremukan terjadi akibat adany gaya impak yang bekerja pada bijih. Bijih yang dibanting pada benda keras atau benda keras yang memukul bijih. Gaya impak adalah gaya compression yang bekerja dengan kecepatan sangat tinggi. Dengan gaya Impact,  energi yang digunakan berlebihan, berkerja pada seluruh bagian. Terjadi ketika energi yang digunakan berlebih dari yang dibutuhkan untuk peremukan. Banyak daerah yang menerima beban berlebih. Alat yang mampu memberikan gaya impak pada bijih adalah impactor, hummer mill.
c)     Attrition atau abrasion. Peremukan atau pengecilan ukuran akibat adanya gaya abrasi atau kikisan. Peremukan dengan Abrasi , Gaya hanya bekerja pada daerah yang sempit (dipermukaan) atau terlokalisasi.  Terjadi ketika energi yang digunakan cukup kecil, tidak cukup untuk memecah/meremuk bijih. Alat yang dapat memberikan gaya abrasi terhadap bijih adalah ballmill, rod mill.
d)    Shear, potong. Pengecilan ukuran dengan cara pemotongan, seperti dengan gergaji. Cara ini jarang dilakukan untuk bijih.
Distribusi ukuran bijih hasil operasi pengecilan, kominusi ditentukan oleh jenis gaya dan metoda yang digunakan. Pengecilan ukuran bijih yang memanfaatkan gaya impak, akan menghasilkan ukuran dengan rentang atau distribusi yang lebar. Sedangkan kominusi yang memanfaatkan gaya abrasi akan menghasilkan dua kelompok distribusi ukuran yang sempit. Gambar 2. menunjukkan ilustrasi distribusi ukuran bijih hasil kominusi dengan berbagai gaya yang berbeda.
Gambar 2. Gaya Dan Distribusi Ukuran
Ketika operasi kominusi menggunakan gaya kompresi seperti pada Jaw crusher, bijih akan memiliki ukuran antara x2 sampa x4. Namun, ketika operasi pengecilan ukuran menggunakan gaya impak, seperti pada impactor atau hammer mill, maka bijih akan berukuran antara x0 dan x4.  Gaya yang akan diterapkan atau dikenakan atau yang digunakan untuk pengecilan ukuran akan menentukan jenis atau model alat yang digunakan. Tabel 1. di bawah memperlihatkan jenis alat yang biasa digunakan untuk pengecilan dan jenis gaya yang dapat diberikan beserta rentang atau ditribuasi ukuran yang dihasilkannya.
Tabel 1. Mesin Kominusi Dan Gaya Serta Distribusi Ukuran Yang Dihasilkannya
Energi kominusi

1.     E = energi yang dibutuhkan untuk mengecilkan ukuran bijih (Kwh/ton)
2.     d1= ukuran bijih awal dan d2=produk, (mikron)
3.     K = konstanta
4.     P= power yang dibutuhkan (KW)
5.     m= laju pengumpanan (ton/jam)
pembuktian rumus
Rettingers law ,n=2
Rumus awal
Kick’s law (n;1)
Rumus awal
                  
                   [E] =
                   E2-E1=
                  
                   K=konstanta kick
                  




2.3  Pemilahan (Sorting)
          Bila ukuran bongkahnya cukup besar, maka pemisahan dilakukan dengan tangan (manual), artinya yang terlihat bukan mineral berharga dipisahkan untuk dibuang.
2.3.1 Konsentrasi Gravitasi (Gravity Concentration)
Yaitu pemisahan mineral berdasarkan perbedaan berat jenis dalam suatu media fluida, jadi sebenarnya juga memanfaatkan perbedaan kecepatan pengendapan mineral-mineral yang ada.
Ada 3 (tiga) cara pemisahan secara gravitasi bila dilihat dari segi gerakan fluidanya, yaitu :
a)     Fluida tenang, contoh dense medium separation (DMS) atau heavy medium separation (HMS).
b)    Aliran fluida horisontal, contoh sluice box, shaking table dan spiral concentration.
c)     Aliran fluida vertikal, contoh jengkek (jig).
Bila jumlah partikel (mineral) di dalam fluida relatif sedikit, maka akan terjadi pengendapan bebas (free settling). Tetapi bila jumlah partikel banyak gerakannya akan terhambat sehingga terbentuk stratifikasi yang terdiri dari 3 (tiga) tahap sebagai berikut :
a)     Hindered settling classification ; klasifikasi pengendapannya terhalang.
b)    Differential acceleration pada awal pengendapan ; artinya partikel yang berat mengendap lebih dahulu.
c)     Consolidation trickling pada akhir pengendapan ; partikel-partikel kecil berusaha mengatur diri di antara partikel-partikel besar sesuai dengan berat jenisnya.
Produk dari proses konsentrasi gravitasi ada 3 (tiga), yaitu :
a)     Konsentrat (concentrate) yang terdiri dari kumpulan mineral berharga dengan kadar tinggi.
b)    Amang (middling) yaitu konsentrat yang masih kotor.
c)     Ampas (tailing) yang terdiri dari mineral-mineral pengotor yang harus dibuang.
Peralatan konsentrasi gravitasi yang banyak dipakai adalah :
a)     Jengkek (jig) dengan bermacam-macam rekacipta (design).
b)    Meja goyang (shaking table).
c)     Konsentrator spiral (Humprey spiral concentrator).
d)    Palong / sakan (sluice box).
2.3.2 Konsentrasi dengan Media Berat (Dense/Heavy Medium Separation)
          Merupakan proses konsentrasi yang bertujuan untuk memisahkan mineral-mineral berharga yang lebih berat dari pengotornya yang terdiri dari mineral-mineral ringan dengan menggunakan medium pemisah yang berat jenisnya lebih besar dari air (berat jenisnya > 1).
Produk dari proses konsentrasi ini adalah :
-    Endapan (sink) yang terdiri dari mineral-mineral berharga yang berat.
-    Apungan (float) yang terdiri dari mineral-mineral pengotor yang ringan.
Peralatan yang biasa dipakai adalah gravity dense/heavy medium separators yang berdasarkan bentuknya ada 2 (dua) macam, yaitu :
a)     Drum separator karena bentuknya silindris.
b)    Cone separator karena bentuknya seperti corongan.
2.3.3  Konsentrasi Elektrostatik (Electrostatic Concentration)
          Merupakan proses konsentrasi dengan memanfaatkan perbedaan sifat konduktor (mudah menghantarkan arus listrik) dan non-konduktor (nir konduktor) dari mineral.
Kendala proses konsentrasi ini adalah :
-    Hanya sesuai untuk proses konsentrasi dengan jumlah umpan yang tidak terlalu besar.
-    Karena prosesnya harus kering, maka timbul masalah dengan debu yang berterbangan.
Mineral-mineral yang bersifat konduktor antara lain adalah :

-    Magnetit (Fe3 O4)
-    Kasiterit (Sn O2)
-    Ilmenit (Fe Ti O3)
-    Molibdenit (Mo S2)
-    Wolframit [(Fe, M) WO4]
-    Galena (Pb S)
-    Pirit (Fe S2)

Produk dari proses konsentrasi ini adalah :
-    Mineral-mineral konduktor sebagai konsentrat.
-    Mineral-mineral non-konduktor sebagai ampas (tailing).
Peralatan yang biasa dipakai adalah :
a)     Electrodynamic separator (high tension separator).
b)    Electrostatic separator yang terdiri dari :
plate electrostatic separator
screen electrostatic separator
2.3.4  Konsentrasi Magnetik (Magnetic Concentration)
          Adalah proses konsentrasi yang memanfaatkan perbedaan sifat kemagnetan (magnetic susceptibility) yang dimiliki mineral. Sifat kemagnetan bahan galian ada 3 (tiga) macam, yaitu :
-    Ferromagnetic, yaitu bahan galian (mineral) yang sangat kuat untuk ditarik oleh medan magnet. Misalnya magnetit (Fe3 O4).
-    Paramagnetic, yaitu bahan galian yang dapat tertarik oleh medan magnet. Contohnya hematit (Fe2 O3), ilmenit (Se Ti O3) dan pyrhotit (Fe S).
-    Diamagnetic, yaitu bahan galian yang tak tertarik oleh medan magnet. Misalnya : kwarsa (Si O2) dan feldspar [(Na, K, Al) Si3 O8].
Jadi produk dari proses konsentrasi yang berlangsung basah ini adalah :
-    Mineral-mineral magnetik sebagai konsentrat.
-    Mineral-mineral non-magnetik sebagai ampas (tailing).
Peralatan yang dipakai disebut magnetic separator yang terdiri dari :
1.     Induced roll dry magnetic separator.
2.     Wet drum low intensity magnetic separator
Sedang letak magnetnya bisa :
-    Suspended magnets
-    Suspended magnets with continuous removal
-    Cobbing drum
2.3.5  Konsentrasi Secara Flotasi (Flotation Concentration)
          Merupakan proses konsentrasi berdasarkan sifat “senang terhadap udara” atau “takut terhadap air” (hydrophobic). Pada umumnya mineral-mineral oksida dan sulfida akan tenggelam bila dicelupkan ke dalam air, karena permukaan mineral-mineral itu bersifat “suka akan air” (hydrophilic). Tetapi beberapa mineral sulfida, antara lain kalkopirit (Cu Fe S2), galena (Pb S), dan sfalerit (Zn S) mudah diubah sifat permukaannya dari suka air menjadi suka udara dengan menambahkan reagen yang terdiri dari senyawa hidrokarbon. Sejumlah reagen kimia yang sering digunakan dalam proses flotasi adalah :
a)     Pembuih (frother) yang berfungsi sebagai pen-stabil gelembung-gelembung udara. Misalnya : methyl isobuthyl carbinol (MIBC), minyak pinus, dan terpentin.
b)    Kolektor / pengumpul (collector) yang bisa mengubah sifat permukaan mineral yang semula suka air menjadi suka udara. Contohnya : xanthate, thiocarbonilid, asam oleik, dll.
c)     Penekan / pencegah (depresant) yang berguna untuk mencegah agar mineral pengotor tidak ikut menempel pada udara dan ikut terapung. Misalnya : Zn SO4 untuk menekan Zn S.
d)    Pengatur keasaman (pH regulator) yang berfungsi untuk mengatur tingkat keasaman proses flotasi. Misalnya : HCl, HNO3, Ca (OH)3, NH4 OH, dll.
Produk flotasi ada 3 (tiga) macam, yaitu :
-    Konsentrat (concentrate) yang berupa mineral-mineral yang ikut terapung (mineral-mineral apungan) dengan gelembung-gelembung udara.
-    Amang (middling) yang merupakan mineral-mineral apungan yang masih mengandung banyak mineral-mineral pengotor.
-    Ampas (tailing) yang tenggelam terdiri dari mineral-mineral pengotor.
Peralatan yang biasa dipakai adalah :
a)    Mechanical flotation
Neraca Bahan Pada Pengolahan Bahan Galian
Untuk mengetahui apakah suatu proses/alur pengolahan berjalan baik atau tidak, dapat dilihat dari distribusi material pada tiap-tiap jalurnya. Evaluasi terhadap alur proses dapat diawali dari neraca bahan.  Neraca bahan dapat juga digunakan untuk membuat perancangan alur proses pengolahan termasuk memilih ukuran dan jenis peralatan. Secara garis besar pengolahan bijih dapat direpresentasikan dengan diagram alir seperti gambar berikut:
Gambar 1. Flow Sheet Pengolahan
Untuk sistem yang kontinyu dan keadaan tidak ada akumulasi (penumpukan), maka neraca bahan alur pengolahan dinyatakan sebagai berikut:
Umpan = Konsentrat + Tailing
1.     jika Umpan atau bijih yang masuk ke pengolahan = F
2.     dan Konsentrat  yang ke luar dari pengolahan = K
3.     dan Tailing = T
Persamaan dapat ditulis ulang menjadi:
F = K + T                                                                                     (1)
1.     Kandungan mineral dalam umpan dinotasikan dengan ( f)
2.     kadungan mineral dalam konsentrat dinotasikan sebagai (k)
3.     kandungan mineral dalam tailing dinotasikan dengan (t)
Neraca bahan untuk mineral berharga dapat dinyatakan sebagai berikut:
F.f = K.k + T.t                                                                           (2)
Pada pengolahan akan ada mineral berharga yang akan masuk ke jalur tailing, atau sebaliknya sejumlah mineral pengotor akan masuk ke dalam konsentrat. Untuk dapat menilai atau mengevaluasi keberhasilan dari pengolahan ini, maka dapat digunakan parameter-parameter berikut:
a)     Kadar, kandungan mineral berharga dalam konsentrat. Kadar sebenarnya menunjukkan rasio massa mineral berharga dalam konsentrat dibanding dengan berat konsentratnya.
b)    Rasio Konsentrasi, menyatakan jumlah umpan yang diperlukan untuk mendapatkan satu ton konsentrat.
c)     Recovery, menyatakan jumlah atau persentase mineral berharga yang dapat diambil dari umpan dan masuk ke konsentrat. Nilai ini menunjukkan rasio mineral berharga yang ada dalam konsentrat dibanding dengan mineral berharga dalam bijih. nilai ini juga menunjukkan effisiensi dari pemisahan.
Recovery dihitung dengan,  R =100x [( K.k)/(F.f)]                    (3)
Rasio Konsentrasi dihitung dengan,  RK = F/K
Contoh Penggunaan Neraca Bahan Pengolahan Bahan Galian
Pada pabrik pengolahan bijih besi dengan kapasitas 100 ton/jam umpan, mengolah bijih berkadar 45% Fe, dan menghasilkan konsentrat 50 ton/jam dengan kadar 65% Fe. Hitung berapa kehilangan Fe dalam tailing.
  • total Fe dalam umpan adalah 100 ton/jam x 0,45 = 45 ton/jam.
  • jumlah Fe dalam konsentrat adalah 50 ton/jam x 0,65 = 32,5 ton/jam
  • jadi recovery Fe adalah
R = 100 x (32,5 / 45 ) = 72.2% atau
R =100 x [ (50 ton/jam x 0,65)/(100 ton/jam x 0.45)] = 72,2%
artinya hanya 72,2 persen Fe yang dapat diambil dari umpan dan masuk ke konsentrat.
Sisanya yang 100 % – 72,2 % = 27,8 %, Fe masuk dalam Tailing. Jadi Fe yang masuk Tailing adalah:
(100 ton/jam x 0,45) x 27,8%= 12,5 ton/jam atau
(100 ton/jam x 0,45) – (50 ton/jam x 0,65) =
45 ton/jam – 32,5 ton/jam = 12,5 ton/jam. Ini artinya ada 12,5 ton Fe yang hilang ke Taling tiap jamnya.
Rasio Konsentrasi
RK = (100 ton/jam) / (50 ton/jam)
RK = 2, artinya untuk mendapatkan satu ton/jam konsentrat dibutuhkan dua ton/jam umpan atau bijih.
Nilai recovery dapat pula ditentukan dengan cara berikut:
F= K+ T  ditulis dalam bentuk lain, maka
T = F – K, subsitusi terhadap persamaan 2.
F.f = K.k + (F-K).t  —>   F.f = K.k + F.t-K.t —> F.f – F.t = K.k-K.t —>
F(f – t) = K(k – t) —>
K/F = (f -t)/(k – t)                                                                            (4)
Formula Recovery yang sudah dijelaskan sebelumnya adalah:
R =100x [( K.k)/(F.f)] dapat ditulis ulang dalam:
R = 100 x (K/F) x (k/f)                                                                  (5)
substitusi persamaan 4 ke dalam persamaan ke persamaan 5, sehingga diperoleh formula recovery yang baru yaitu.
R = 100 x (k/f) x [(f-t)/(k-t)]
Dari formulanya diketahui bahwa untuk mencari nilai recovery, tidak perlu mengetahui tonase tiap jalur produk maupun tonase umpan. Rumus ini dapat mengurangi kesalahan dari data tonase.




2.4. PROSES REDUKSI UKURAN MINERAL

          Mineral yang berkristral cenderung pecah dalam berbagai bentuk dan ukuran yang tak terhingga bilamana ada energi yang menekan. Permasalahan utama dalam reduksi ukuran adalah dalam hal membatasi banyaknya mineral yang oversize ataupun undersize, sekaligus meningkatkan jumlah hasil mineral hasil proses yang ukurannya seperti yang diinginkan.

2.4.1 Material Umpan
          Semua jenis proses reduksi ukuran, baik proses crushing maupun grinding ditentukan oleh karakteristik umpan dari mineral (batuan/bijih). Parameter utama yang kita butuhkan dari karakteristik mineral tersebut adalah crushability atau grindability, juga dikenal dengan indeks kerja dan profil keausan yang dikenal dengan indeks abrasi. Index kerja dan indeks abrasi dari beberapa jenis material umpan dari proses crushing terhadap batuan, mineral dan bijih, terlihat dalam tabel dibawah.

2.4.2 Rasio Reduksi
          Seperti telah dijelaskan sebelumnya, semua operasi reduksi umumnya dilakukan dalam beberapa tahapan proses. Semua peralatan yang digunakan, crusher atau grinder masing – masing mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap ukuran umpan dan ukuran produknya. Hubungan antara peralatan dan ukuran mineral yang dihasilkan dikenal dengan rasio reduksi.

2.4.3 Crushing
          Proses crushing berbeda – beda tergantung jenis mineral umpan, system operasinya, dan produk akhir yang diinginkan.

a)Proses Crushing untuk Batuan dan Gravel (Kerikil).
          Proses crushing batuan atau gravel dengan produk akhir sebagai filler dalam industri pemberat (ballast), umumnya hasil proses masih berupa material kasar dengan ukuran dan bentuk yang tertentu. Ukuran produk hasil crushing berkisar dari 4 sampai 18 mm.
Untuk menjaga bentuk produk dan meminimalkan undersize, proses crushing ini dilakukan dalam beberapa tahapan.
Tiga tahapan proses crushing batuan untuk aplikasi concrete :

b). Proses Crushing untuk Bijih dan Mineral
          Proses crushing yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan ukuran hasil akhir yang relative halus, sekitar 100 mikron (150 mesh). Jumlah tahapan crushing bisa dikurangi sampai pada ukuran yang diinginkan untuk kemudian diumpankan dalam proses grinding.


2.4.4  Perhitungan Rasio Reduksi pada proses Crushing.
          Semua jenis crusher mempunyai rasio reduksi yang terbatas, sehingga reduksi ukuran seringkali harus dilakukan dalam beberapa tahap. Jumlah tahapan dalam proses crushing tersebut ditentukan oleh ukuran umpan, dan ukuran hasil yang diinginkan. Contohnya bisa dilihat dibawah

Ukuran Umpan : F80 = 400 mm
Batuan hasil proses peledakan berukuran 80% lebih kecil dari 400 mm
Ukuran produk yang diinginkan : P80 = 16 mm
Umpan grinder 80% lebih kecil dari 16 mm

Total rasio reduksi
R = F80 / P80 = 400 / 16 = 25
Rasio reduksi dalam crushing tahap pertama
R1= 3
Rasio reduksi dalam crushing tahap kedua
R2 = 4
Rasio reduksi total dari dua tahap crushing = R1xR2 = 3x4 = 12
Rasio total tersebut kurang dari rasio yang dibutuhkan yaitu sebesar 25, sehingga dibutuhkan proses crushing tahap ketiga. Dengan tiga tahapan crushing yang dilakukan, kita bisa mengurangi ratio reduksi dalam tiap tahap untuk menurunkan beban kerja peralatan.


Sebagai contoh :
Reduksi tahap pertama, R1 = 3
Reduksi tahap kedua, R2 = 3
Reduksi tahap ketiga, R3 = 3
Dari ketiga tahap tersebut maka didapatkan Rasio reduksi total
R1 x R2 x R3 = 3 x 3 x 3 = 27
Rasio reduksi tersebut sudah mencukupi rasio reduksi yang dibutuhkan.

2.4.5 Pemilihan Crusher.
          Setelah mengetahui berapa tahapan proses crushing, dilanjutkan dengan pemilihan jenis crusher yang tepat untuk setiap tahapan reduksi ukuran. Pemilihan jenis crusher ini tergantung dari ukuran umpan, kapasitas, tingkat kekerasan, dan beberapa hal lain. Untuk crusher tahap pertama, bisa dilihat dibawah.

a). Tipe Primary Crusher (Crusher tahap pertama)
          Untuk umpan yang lunak (kekerasan dibawah 5 skala mohs), alternatif pertamanya adalah dengan menggunakan Horizontal Impaktor (HIS) jika tidak dibutuhkan kapasitas yang terlalu besar.
Untuk umpan yang lebih keras, pilihannya adalah dengan menggunakan gyratory crusher atau jaw crusher.

Ukuran Primary Crusher
          Crusher biasanya dibedakan dari ukuran umpan yang terbesar. Pada umpan dengan ukuran tertentu, dengan mengetahui kapasitasnya, kita bisa menentukan mesin yang sesuai.
Contoh: batuan yang keras setelah diledakkan dengan ukuran yang paling besar 750 mm. Kapasitas 2000 ton/jam.
- Jenis Primary crusher yang digunakan?
- Cek pada dua mesin kompresi dibawah dan tentukan titik sizing.
- Pilihan yang tepat adalah tipe superior S60-89.

Primary Gyratory – ukuran umpan vs kapasitas.
Primary Jaw Crusher – Ukuran umpan vs kapasitas
Primary Impaktor – Ukuran umpan vs kapasitas

b).Tipe Secondary Crusher
          Dalam sirkuit crushing batuan, tahapan crushing kedua biasanya diperlukan untuk mengontrol ukuran dan bentuk produk. Jaw crusher dalam banyak kasus tidak dikategorikan sebagai secondary crusher. Yang seringkali digunakan dalam proses secondary ini adalah cone crusher.

Cone Crusher.
          Dibandingkan dengan jenis crusher yang lain, cone crusher mempunyai beberapa keuntungan yang membuatnya sangat cocok digunakan untuk proses reduksi ukuran dan pembentukan. Keuntungan tersebut ada pada chamber dan kemungkinan untuk mengganti umpan selama proses berlangsung.

- Intake dari chamber pas dengan ukuran umpan
- Setiap ukuran mesin mempunyai pilihan chamber yang berbeda – beda.
- Setiap chamber mempunyai hubungan antara ukuran umpan dan kapasitas yang tertentu.
- Dengan menaikkan Ecc. (Eksentrik setting pada CSS=Closed Side Setting yang sama) akan meningkatkan kapasitasnya, dengan resiko hasilnya akan lebih kasar.
- Dengan meunurunkan CSS akan menurunkan kapasitas.

Perkiraan ukuran produk:
- Dari Cone Crusher 70 – 80% < CSS
- Dari Gyratory Crusher 55 – 60% < CSS



Ukuran Secondary Crusher
Secondary Crusher – Ukuran umpan vs kapasitas (Range GPS)
Cone Crusher – Ukuran umpan vs Kapasitas (Range HP dan MP)
Secondary Impaktor – Ukuran umpan vs kapasitas

c). Crushing Tahap Akhir
          Reduksi ukuran akhir dan sekaligus bentuk akhir dari mineral dihasilkan pada tahap ini, yang lebih lanjut akan berpengaruh terhadap mutu dari produk akhir. Untuk batuan dengan karakter yang relative keras, hanya ada dua pilihan sirkuit yaitu cone crusher atau vertical shaft impaktor (VSI).

Vertikal Shaft Impaktor (VSI)
Horisontal Impaktor biasanya impaktor berupa logam. Ini berarti sirkuit impaktor tersebut terbatas kemampuannya hanya untuk mineral atau batuan dengan kekerasan yang tertentu saja, dimana untuk material yang lebih keras keausan akan menjadi masalah yang signifikan.
VSI Impaktor dengan tipe Barmac menggunakan metode impak batuan terhadap batuan dimana impaktornya dilapisi dengan batuan pelindung. Proses crushing terjadi dalam suatu system yang dikenal dengan “rock cloud” dalam crushing chamber, efek impak bukan terjadi antara umpan batuan dengan batuan pelindung.

Ukuran Crusher tahap akhir
Tertiary cone crusher – Ukuran Umpan vs Kapasitas
Tertiary Cone Crusher – Ukuran Umpan vs Kapasitas
VSI Crusher – Ukuran umpan vs Kapasitas

d). Wet Crushing sebelum Proses Grinding.
          WaterFlush merupakan proses crushing secara basah yang telah dipatenkan untuk menghasilkan partikel yang lebih halus dengan menggunakan cone crusher yang telah didesain secara khusus. Metode ini ditujukan khususnya untuk aplikasi tambang pada secondary crushing, dan crushing bijih yang akan dilakukan pelindian (leaching). Output dari crusher merupakan slurry denngan 30 – 70% padatan. Proses waterflush ini bisa dijadikan alternative untuk crushing konvensional sebelum memasuki proses grinding.

2.4.6 Grinding
          Reduksi ukuran dengan proses crushing mempunyai keterbatasan dalam hal ukuran akhir partikel. Untuk reduksi ukuran lebih lanjut, katakan dibawah 5 – 20 mm, harus dilakukan proses grinding. Grinding merupakan proses powdering atau pulverizing dengan menggunakan gaya mekanika batuan seperti impak, kompresi, penggesekan, dan penggerusan.
Dua tujuan utama dari proses grinding adalah:

a)     Untuk membebaskan mineral – mineral yang terperangkap dalam kristal            batuan (bijih), sehingga kandungan mineral tersebut semakin tinggi akibat terpisah dengan kandungan lain.
b)    Menghasilkan partikel halus dari fraksi – fraksi mineral dengan memperbanyak permukaan spesifik.
Metode – metode Grinding
a)     Grinding Mill
Rasio Reduksi
          Semua jenis impaktor mempunyai rasio reduksi yang terbatas. Di bawah terdapat reduksi ukuran secara teoritis dan kisaran daya yang dibutuhkan untuk grinding mill yang berbeda – beda.
b)    Biaya Operasional Grinding
Biaya utama dalam proses grinding adalah untuk energi, liner, dan media grinding. Biaya tersebut berbeda besarannya untuk tipe grinder yang berbeda.
c)      Lining untuk grinding mill
Lining dengan bahan karet (rubber) akan memberikan umur pakai yang lebih panjang, ringan, mudah untuk diinstal, dan bisa meredam bunyi akibat proses yang berlangsung. Untuk tingkat kekerasan input grinding yang lebih tinggi, lining bisa menggunakan baja dengan pelapis karet. Apabila dua pilihan tersebut diatas tidak bisa digunakan sebagai akibat temperature proses yang tinggi, ukuran umpan, atau adanya bahan kimia tertentu, maka lining dari baja bisa digunakan.
Ore-bed merupakan lining menggunakan bahan karet yang dilapisi bahan magnet permanen untuk aplikasi khusus seperti Verti mills, grinding untuk mineral magnetit.
d)    Pemilihan Grinding Mill
Dasar penentuan sizing dari grinding mill adalah dengan menentukan konsumsi daya spesifik dari tahapan – tahapan proses grinding (primary, secondary, tertiary)

Sirkuit Grinding
Proses wet-grinding dengan umpan k80 25 – 30 mm, output k80 0.3 – 2 mm (#8 - #48) dalam sirkuit terbuka.
Salah satu flowsheet yang paling sering dipakai pada pabrik konsentrat adalah wet grind dengan umpan sebesar 25 mm atau ukuran produk akhir. Keluaran dari rod mill adalah 1 mm (#16).
Grinding ball satu tahapan dan sirkuit klasifikasi tunggal.Sirkuit yang paling sederhana dan umum (walaupun bukan yang paling efisien) adalah wet-grinding dengan ukuran umpan maksimum k80 ¬sebesar 15 mm atau lebih halus untuk ukuran produk yang dihasilkan.
Autogeneus – Satu tahap
Autogeneus + Crusher
Untuk kasus yang tidak terlalu umum dimana ukuran kritis dari pebbles dan hasil grinding yang tidak efisien.

Autogeneus + Ball Mill + Crusher
Sering disebut juga sebagai sirkuit ABC, dibandingkan jenis sirkuit sebelumnya (Autogeneus + Crusher), pada sirkuit ini ditambahkan sebuah ball mill. Sirkuit jenis ini bisa digunakan untuk lebih menghaluskan produk dari primary mill yang terlalu kasar. Kebanyakan untuk operasi secara basah, tetapi secara kering juga bisa dilakukan.


Autogeneus + Pebble Mill
Grinding Auto Geneus dua tahap dengan primary mill dalam sebuah sirkuit terbuka dan secondary pebble mill dalam sirkuit tertutup.


Autogeneus + Ball Mill / VertiMill
Sirkuit ini sama dengan sirkuit diatas, tetapi dalam sirkuit ini pebble mill diganti dengan ball mill atau vertimill. Sirkuit ini digunakan apabila tidak terdapat pebble mill dalam sirkuit atau semua grinder autogeneus menghasilkan partikel halus yang terlalu banyak.


Semi Autogeneus + Ball Mill / VertiMill
Sama seperti sirkuit sebelumnya, hanya dengan menggunakan primary mill sebagai semi autogeneus, yang dalam banyak kasus berarti kapasitas yang lebih besar. Di Amerika Serikat / Kanada banyak sirkuit dengan model Autogeneus + Ball Mill / Verti Mill telah dikonversi ke sirkuit jenis ini.

Semi Autogeneus satu tahap.
Seperti jenis sirkuit 1, tetapi dalam sirkuit ini mill difungsikan sebagai semi autogeneus. Kondisi tersebut menyebabkan kapasitasnya meningkat selain aplikasinya yang menjadi semakin luas. Tetapi biaya operasionalnya juga meningkat akibat tingkat keausan yang menjadi tinggi (ball dan lining mudah habis).

Sirkuit tertutup dengan classifier
Untuk sirkuit proses basah dengan produk akhir yang diinginkan tidak terlalu halus dan atau tidak ada batas kekasaran atau oversize dari produk akhir. Ukuran umpan maksimum sebesar 6 mm.
Sirkuit tertutup dengan Cyclone

Untuk proses basah dengan ukuran produk yang halus atau sangat halus.

III.4.5. Kalkulasi Daya pada Proses Grinding
Formula dasar yang digunakan untuk kalkulasi ini adalah formula Bond.
W (konsumsi daya spesifik) =
Dengan P dan F merupakan 80% dari ukuran produk dan umpan yang lewat dalam micron, dan Wi dalam kWh/sh.t.
Untuk P = 100 dan F sangat besar, Wi secara kasar sama dengan W, dengan kata lain W = konsumsi daya spesifik untuk proses kominusi sebuah material dengan ukuran tertentu k80 = 100 mikron, dapat dilihat dibawah ini.


Pulverizing pada batubara
          Coal Pulverizing merupakan aplikasi yang penting untuk grinding mill (tipe ball mill) dan banyak keuntungan yang didapatkan dengan menggunakan grinding tumbling.

Kapasitas tipikal (kelembaban umpan 8%)
Grinding vs Pengayaan dan Upgrading
Pada tahapan – tahapan reduksi ukuran,sebenarnya kita juga menciptakan kondisi – kondisi untuk tahapan – tahapan proses selanjutnya, yaitu pengayaan dan upgrading.
Dari gambar dibawah, kita bisa melihat efek dari under dan over grinding. Kehilangan performa pada saat proses separasi, sedimentasi dan dewatering akibat adanya mis-grinding menyebabkan masalah yang besar untuk banyak operasi, menurunkan nilai ekonimis proses.



BAB III
PENUTUP
3.I  Kesimpulan
a)     Pengolahan mineral (mineral dressing) adalah pengolahan mineral secara fisik.
b)    Tujuan teknis lebih mengedepankan bagaimana memperoleh produk (konsentrat) yang memenuhi syarat yang diinginkan, baik untuk proses selanjutnya, atau untuk konsumen. Secara teknis persyaratan yang diperlukan untuk konsentrat adalah:
·        Kandungan mineral berharga harus lebih besar dari nilai minimum yang ditentukan.
·        Kandungan gangue mineral harus lebih kecil dari nilai maksimum yang ditentukan.
c)     Proses pemisahan dilakukan secara mekanis dengan memanfaatkan perbedaan sifat-sifat fisik mineral yang akan dipisah

3.II Saran
LAMPIRAN
Contoh perhitungan ukuran dan ditribusi
Log (ukuran)
ukuran
tertampung
Tertampung
Lolos
Log (lolos)

mikron
gram
(%)
(%)

3.15
1410
5.22
2.61
97.39
1.99
3.1
1190
18.6
9.3
88.09
1.95
2.92
841
23.6
 11.8
 76.29
1.89
2.76
579
25.78
 12.8
 63.49
1.81
2.62
420
19.62
 9.8
 53.69
1.73
2.47
297
16.38
 8.18
 45.51
1.66
2.32
210
15.48
 7.73
 37.78
1.58
2.17
149
11.2
 5.59
 32.19
1.51
2.02
105
12.28
 6.13
 26.06
1.42
1.86
74
7.75
 3.87
 22.19
1.35
0
-74
44.19
 22.08
 0
0

200.1
100

Solusi perhitungan
Tertampung (%) = %
Lolos(%) =total tertampun % - tertampung n....+n
Dari grafik dihasilkan pesamaan y=0.5041x+0.4044 sehingga gradien (M)=0.5041
          Y=100 m                                                                                  Y=100 )0.5041
          45.39=100( )0.5041                                    Y=100( 0.5041d 0.5041
                0.4593=( 0.5041                                                                   Y=2.573 d0.5041
                =
                0.20869k=297
                   K=1423.167

DAFTAR PUSTAKA