BAB I
PENDAHULUAN
I.I
Latar Belakang
Pengolahan mineral (mineral dressing)
adalah pengolahan mineral secara fisik. Tujuan dari pengolahan mineral adalah
meningkatkan kadar logam berharga dengan cara membuang bagian-bagian dari bijih
yang tidak diinginkan. Secara umum, setelah proses mineral dressing akan
dihasilkan tiga kategori produk.
1.
Konsentrat, dimana logam-logam berharga terkumpul dan dengan
demikian kadarnya menjadi tinggi.
2.
Tailing, dimana bahan-bahan tidak berharga (bahan ikutan, gangue
mineral) terkumpul.
3.
Middling, yang merupakan bahan pertengahan antara konsentrat dan
tailing.
Teknik pengolahan mineral bermacam-macam. Pengaplikasiannya
sangat tergantung pada jenis bijih atau mineral yang akan ditingkatkan
konsentrasinya. Pemilihan teknik didasarkan pada perbedaan sifat-sifat fisik
dari mineral-mineral yang ada dalam bijih tersebut. Teknik-teknik yang
digunakan dalam proses pengolahan mineral di antaranya adalah:
Konsentrasi gravitasi
Teknik ini memanfaatkan perbedaan berat jenis antara
mineral-mineral. Mineral-mineral dipisahkan dengan peralatan yang berprinsip
pada pemisahan berat jenis seperti jigging, rake classifier, spiral classifier,
vibrating table, dll.
Flotasi
Teknik ini memanfaatkan perbedaan sifat permukaan
mineral-mineral. Dengan menambahkan reagen kimia yang bisa membuat permukaan
salah satu mineral menjadi hidrofil sementara bagian reagen itu sendiri
memiliki sifat hidrofob, maka mineral bersangkutan dapat diangkat oleh
gelembung yang ditiupkan ke permukaan untuk dipisahkan. Biasnya mineral-mineral
sulfida dipisahkan dengan cara ini.
Magnetic Separation
Cara ini memanfaatkan sifat magnet dari mineral-mineral. Mineral
yang bersifat feromagnetik dipisahkan dari mineral yang bersifat diamagnetik.
Dan teknik-teknik lainnya, seperti electric separator, dll.
I.2
Tujuan
Diharapkan mahasiswa atau pelajar
memahami tekhnik dasar PENGOLAHAN MINERAL dan dapat menerapkannya dibidang industri.
1.3
Rumusan Masalah
Apa
yang dimaksud dengan pengolahan mineral?
Tahapan-tahapan
pengolahan mineral?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
PENGOAHAN BIJIH
Pengolahan Bijih atau dalam pengertian yang lebih
luas lagi biasa disebut dengan
pengolahan bahan galian (Mineral dressing, Mineral beneficiation)
adalah proses pemisahan mineral berharga (mineral bijih/ore mineral) dari
mineral tak berharga (pengotor/gangue mineral) yang dilakukan secara
mekanis, untuk menghasilkan produk yang kaya dengan mineral berharga (biasa
disebut konsentrat) dan tailing yaitu produk yang pada dasarnya terdiri
dari mineral tak berharga.
Skematik
pengolahan mineral bijih secara umum dapat ditunjukan seperti pada gambar.
Gambar 1.
Flow Sheet Pengolahan
Proses
pemisahan dilakukan secara mekanis dengan memanfaatkan perbedaan sifat-sifat
fisik mineral yang akan dipisah. Adapun sifat-sifat fisik yang dimiliki
oleh mineral adalah sifat kemagnetan, kelistrikan/konduktivitas, density, sifat
permukaan, tekstur, dan warna.
Beberapa
bahan galian dalam pemanfaatanya tidak selalu memerlukan pemisahan. Bahan
galian industri dalam pemanfaatannya hanya melalui proses pengecilan ukuran dan
pengayakan. Namun untuk bijih-bijih yang berkadar rendah, misal bijih besi
berkadar Fe 45%. Bijih besi tersebut harus melalui proses pemisahan untuk
meningkatkan kadar Fe, agar sesuai dengan persyaratan proses ekstraksi.
Berdasarkan
aplikasi di industri dan pemanfaatanya, bahan galian dapat dibedakan menjadi
tiga kelompok.
a) Bijih (ore) yaitu bahan galian yang
mengandung mineral tertentu dengan kadar yang cukup untuk ditambang dan diolah
atau diekstrak metalnya sehingga memberikan keuntungan. Mineral yang logamnya
diekstrak disebut sebagai mineral bijih (ore mineral) sedangkan mineral lainnya
disebut sebagai mineral gangue (mineral tak berharga).
b) Bahan Bakar (fuel) yaitu bahan
galian yang dimanfaatkan sebagai energi seperti batu bara dan minyak bumi.
c) Bahan galian industri (non metalic
mineral), yaitu bahan galian yang dimanfaatkan karena memiliki sifat-sifat
fisik/mekanik tertentu seperti kekuatan, kehalusan, keindahan.
Jenis/tipe
mineral berdasarkan komposoisi alamiah
a)
Native, metal dalam bijih berbentuk unsur, Au, Cu.
b)
Sulfida, mineral bijih berkomposisi sulfida.
Chacopyrite (CuFeS2), Galena (PbS), Sfalerit (ZnS)
c)
Oksida, Mineral bijih berkomposisi oksida, karbonat,
sulfat, silikat. Hematite (Fe2O3), Garnirit (H2(NiMg)SiO4, Azurit
(2CuCO3.Cu(OH)2.
d)
Komplek , bijih lebih dari satu mineral berharga.
Bijih sulfida, galena, chalcopyrite, sfalerit. Bijih kompleks sulfida Pb, Cu,
Zn.
2.1.1Tujuan Pengolahan.
Pada
dasarnya setiap usaha pengolahan selalu memiliki tujuan yang harus dicapai,
begitu juga dengan pengolahan bahan galian/bijih/mineral. Ada dua tujuan yang
ingin dicapai pada pengolahan ini, yaitu tujuan teknis dan tujuan ekonomis.
Tujuan teknis lebih mengedepankan bagaimana memperoleh produk (konsentrat) yang
memenuhi syarat yang diinginkan, baik untuk proses selanjutnya, atau untuk
konsumen. Secara teknis persyaratan yang diperlukan untuk konsentrat adalah:
a) Kandungan mineral berharga harus
lebih besar dari nilai minimum yang ditentukan.
b) Kandungan gangue mineral harus lebih
kecil dari nilai maksimum yang ditentukan.
c) Kandungan air harus lebih rendah
dari nilai maksimum yang ditentukan.
d) Ukuran partikel harus lebih besar
dari nilai minimum yang ditentukan.
Secara
ekonomis pengolahan bertujuan untuk mendapatkan keuntungan
sebesar-besarnya. Untuk itu ada beberapa persyaratan yang harus dilakukan
untuk mencapai tujuan ekonomisnya;
a) Mengambil semua jenis mineral
berharga, jika bijih mengandung lebih dari satu mineral berharga.
b) Kehilangan mineral berharga dalam
tailing harus sekecil mungkin, recovery harus besar.
c) Mengolah bijih dengan ongkos
yang rendah, dengan mengolah bijih bertonase besar.
Proses dasar pengolahan mineral
2.2
KOMINUSI
Kominusi merupakan salah satu tahapan
pada pengolahan bijih, mineral atau bahan galian. Pada kominusi, bijih
atau mineral dari tambang yang berukuran besar lebih daripada 1 meter dapat
dikecilkan menjadi bijih berukuran kurang daripada 100 mikron. Pada umumnya
bijih, mineral atau bahan galian dari tambang masih berukuran cukup besar.
Sehingga sangat tidak mungkin dapat secara langsung digunakan atau diolah lebih
lanjut. Bijih atau mineral dalam ukuran besar biasanya berkadar sangat rendah
dan terikat dengan mineral pengotornya. Liberasi mineral berharga masih
rendah pada ukuran bijih yang besar. Sehingga untuk dapat diolah dan untuk dapat
meningkatkan kadar mineral tertentu harus melalui operasi pengecilan ukuran
terlebih dahulu. Operasi pengecilan ukuran bijih umumnya dibagi dalam dua
tahapan yaitu: operasai peremukan atau crushing dan operasi penggerusan
atau grinding.
2.21Tujuan Operasi Pengecilan
Ukuran Pada Kominusi
Pada prinsipnya tujuan operasi
pengecilan ukuran bijih, mineral atau bahan galian adalah:
a) Membebaskan ikatan mineral berharga dari gangue-nya.
b) Menyiapkan ukuran umpan sesuai
dengan ukuran operasi konsentrasi atau ukuran pemisahan.
c) Mengekspos permukaan mineral
berharga, Untuk proses hyrometalurgi tidak perlu benar-benar bebas dari gangue.
d) Memenuhi keinginan konsumen atau
tahapan berikutnya.
Salah satu
besaran yang penting dalam operasi kominusi adalah rasio ukuran bijih awal
terhadap ukuran bijih hasil atau produk, atau biasa disebut dengan reduction
ratio atau rasio reduksi. Nilai Reduction ratio akan berpengaruh
terhadap kapasitas produksi dan juga berpengaruh terhadap energi produksi. Pada
operasi crushing, rediction ratio biasanya berkisar antara dua sampai
dengan sembilan. Untuk pengecilan ukuran yang menggunakan Jaw crusher
atau cone crusher akan lebih efisien jika menerapkan reduction ratio
sekitar tujuh. Pada operasi grinding atau penggerusan reduction rasio
bisa mencapai lebih daripada 200. Artinya ukuran umpan 200 kali lebih besar
daripada ukuran produk.
Gambar 1.
menunjukkan contoh diagram alir operasi pengecilan ukuran bijih, mineral atau
bahan galian. Secara umum operasi pengecilan ukuran bijih melibatkan operasi crushing,
grinding dan sizing. Pabrik pengolahan bijih biasanya dimulai
dengan operasi sizing, yaitu pemisahan berdasarkan besar ukuran dengan
menggunakan Grizzly Feeder. Alat ini akan mengeluarkan bijih yang
memiliki ukuran yang lebih kecil daripada ukuran setting Jaw Crusher.
Grizzly Feeder juga berfungsi sebagai pengatur laju penumpanan. Umpan
yang masuk diatur sesuai dengan kapasitas Jaw Crusher. Underflow
yang merupakan Under size dari Grizzly Feeder langsung masuk ke Cone
Crusher. Sedangkan overflow yang merupakan oversize dari
Grizlly Feeder masuk ke Jaw Crusher.
Gambar 1.
Diagram Operasi Kominusi Untuk Pengecilan Ukuran Bijih
Jaw Crusher menerima umpan dari overflow-nya
Grizzly Feeder dan oversize dari Screen 1. Operasi Screen
1 akan memisah ukuran bijih berdasarkan besar ukuran umpan yang dapat diterima
oleh Cone Crusher. Jadi fungsi Screen 1 adalah untuk memastikan
bahwa ukuran produk Jaw Crusher dapat diterima dan yang masuk ke cone
crusher.
Cone Crusher menerima umpan yang merupakan
underflow-nya grizzly feeder, under flow-nya screen
1, dan overflow-nya screen 2. Fungsi sreen 2 adalah
untuk mengeluarkan ukuran bijih yang lebih besar dari kemampuan Ball Mill.
Sehingga yang masuk ke Ball Mill hanya bijih berukuran yang sesuai
dengan kemampuan Ball Mill.
Ball Mill menerima umpan yang merupakan
underflow-nya screen 2 dan undersize yang merupakan
underflow-nya classifier. Produk operasi Ball Mill masuk dalam classifier
untuk dipisah berdasarkan ukuran. Classifier membagi produk ball
mill menjadi dua bagian yaitu underflow dan overflow. Overflow
classifier merupakan bijih dengan ukuran yang sudah sesuai dengan target
operasi kominisi dan siap untuk dipasah bedasarkan sifat-sifat fisiknya.
Sedangkan underflow merupakan produk ball mill yang terdiri dari bijih
berukuran kasar yang belum siap untuk dipisiah. Bijih dari Underflow
langsung masuk lagi ke dalam ball mill.
2.2.12Tahapan Kominusi:
Peremukan, crushing
biasanya digunakan untuk pengecilan ukuran sampai ukuran bijih kurang
lebih 20 mm, sedangkan penggerusan, grinding digunakan untuk pengecilan
ukuran mulai dari 20 mm sampai halus. Umumnya pengecilan ukuran bijih
dilakukan secara bertahap yaitu:
a) Peremukan tahap pertama, primary
crushing, mengecilkan ukuran bijih sampai ukuran 20 cm.
b) Peremukan tahap kedua, secondary
crushing, mengecilkan ukuran bijih dari sekitar 20 cm sampai 5 cm.
c) Peremukan tahap ketiga, tertiary
crushing, mengecilkan ukuran bijih dari 5 cm menjadi sekitar 1 cm
d) Penggerusan kasar, grinding,
mengecilkan ukuran bijih mulai dari sekitar 1 cm menjadi selkitar 1 mm.
e) Penggerusan halus,fine grinding,
mengecilkan ukuran bijih mulai dari 1 mm menjadi halus, biasanya ukuran bijih
menjadi kurang dari 0,075 mm.
Kemampuan
alat dalam mengecilkan ukuran sangat terbatas, sehingga pengecilan selalu
dilakukan bertahap. Tahap peremukan biasanya dilakukan dengan reduksi rasio
antara 4 sampai 7, sedangkan penggerusan pengecilan dilakukan dengan reduksi
rasio 15 sampai 60. Reduksi rasio ukuran merupakan perbandingan ukuran umpan
terhadap ukuran produk.
2.2.3Mekanisme Peremukan, Aksi
kominusi
Prinsip
peremukan adalah adanya gaya luar yang bekerja atau diterapkan pada bijih dan
gaya tersebut harus lebih besar dari kekuatan bijih yang akan diremuk.
Mekanisme peremukannya tergantung pada sifat bijihnya dan bagaimana gaya
diterapkan pada bijih tersebut. Setidaknya ada empat gaya yang dapat
digunakan untuk meremuk atau mengecilkan ukuran bijih.
a) Compression, gaya tekan. Peremukan dilakukan
dengan memberi gaya tekan pada bijih. Peremukannya dilakukan diantara dua permukaan
plat. Gaya diberikan oleh satu atau kedua permukaan plat. Pada Kompresi,
energi yang digunakan hanya pada sebagian lokasi, bekerja pada sebagian tempat.
Terjadi ketika Energi yang digunakan hanya cukup untuk membebani daerah yang
kecil dan menimbulkan titik awal peremukan. Alat yang dapat menerapkan gaya
compression ini adalah: Jaw crusher, gyratory crusher dan roll crusher.
b) Impact, gaya banting. Peremukan terjadi
akibat adany gaya impak yang bekerja pada bijih. Bijih yang dibanting pada
benda keras atau benda keras yang memukul bijih. Gaya impak adalah gaya
compression yang bekerja dengan kecepatan sangat tinggi. Dengan gaya Impact,
energi yang digunakan berlebihan, berkerja pada seluruh bagian. Terjadi
ketika energi yang digunakan berlebih dari yang dibutuhkan untuk peremukan.
Banyak daerah yang menerima beban berlebih. Alat yang mampu memberikan gaya
impak pada bijih adalah impactor, hummer mill.
c) Attrition atau abrasion. Peremukan
atau pengecilan ukuran akibat adanya gaya abrasi atau kikisan. Peremukan dengan
Abrasi , Gaya hanya bekerja pada daerah yang sempit (dipermukaan) atau
terlokalisasi. Terjadi ketika energi yang digunakan cukup kecil, tidak
cukup untuk memecah/meremuk bijih. Alat yang dapat memberikan gaya abrasi
terhadap bijih adalah ballmill, rod mill.
d) Shear, potong. Pengecilan ukuran dengan
cara pemotongan, seperti dengan gergaji. Cara ini jarang dilakukan untuk bijih.
Distribusi
ukuran bijih hasil operasi pengecilan, kominusi ditentukan oleh jenis gaya dan
metoda yang digunakan. Pengecilan ukuran bijih yang memanfaatkan gaya impak,
akan menghasilkan ukuran dengan rentang atau distribusi yang lebar. Sedangkan
kominusi yang memanfaatkan gaya abrasi akan menghasilkan dua kelompok
distribusi ukuran yang sempit. Gambar 2. menunjukkan ilustrasi distribusi
ukuran bijih hasil kominusi dengan berbagai gaya yang berbeda.
Gambar 2.
Gaya Dan Distribusi Ukuran
Ketika
operasi kominusi menggunakan gaya kompresi seperti pada Jaw crusher, bijih akan
memiliki ukuran antara x2 sampa x4. Namun, ketika operasi pengecilan ukuran
menggunakan gaya impak, seperti pada impactor atau hammer mill, maka bijih akan
berukuran antara x0 dan x4. Gaya yang akan diterapkan atau dikenakan atau
yang digunakan untuk pengecilan ukuran akan menentukan jenis atau model alat yang
digunakan. Tabel 1. di bawah memperlihatkan jenis alat yang biasa digunakan
untuk pengecilan dan jenis gaya yang dapat diberikan beserta rentang atau
ditribuasi ukuran yang dihasilkannya.
Tabel 1.
Mesin Kominusi Dan Gaya Serta Distribusi Ukuran Yang Dihasilkannya
1. E = energi yang dibutuhkan untuk mengecilkan
ukuran bijih (Kwh/ton)
2. d1= ukuran bijih awal dan d2=produk, (mikron)
3. K = konstanta
4. P= power yang dibutuhkan (KW)
5. m= laju pengumpanan (ton/jam)
pembuktian rumus
Rettingers law ,n=2
Rumus awal
Kick’s law (n;1)
Rumus awal
[E]
=
E2-E1=
K=konstanta kick
2.3 Pemilahan (Sorting)
Bila ukuran bongkahnya cukup besar,
maka pemisahan dilakukan dengan tangan (manual), artinya yang terlihat bukan
mineral berharga dipisahkan untuk dibuang.
2.3.1 Konsentrasi
Gravitasi (Gravity Concentration)
Yaitu
pemisahan mineral berdasarkan perbedaan berat jenis dalam suatu media fluida,
jadi sebenarnya juga memanfaatkan perbedaan kecepatan pengendapan
mineral-mineral yang ada.
Ada 3 (tiga)
cara pemisahan secara gravitasi bila dilihat dari segi gerakan fluidanya, yaitu
:
a) Fluida tenang, contoh dense
medium separation (DMS) atau heavy medium separation (HMS).
b) Aliran fluida horisontal, contoh sluice
box, shaking table dan spiral concentration.
c) Aliran fluida vertikal, contoh
jengkek (jig).
Bila jumlah
partikel (mineral) di dalam fluida relatif sedikit, maka akan terjadi
pengendapan bebas (free settling). Tetapi bila jumlah partikel banyak
gerakannya akan terhambat sehingga terbentuk stratifikasi yang terdiri dari 3
(tiga) tahap sebagai berikut :
a) Hindered settling classification ; klasifikasi pengendapannya
terhalang.
b) Differential acceleration pada awal pengendapan ; artinya
partikel yang berat mengendap lebih dahulu.
c) Consolidation trickling pada akhir pengendapan ;
partikel-partikel kecil berusaha mengatur diri di antara partikel-partikel
besar sesuai dengan berat jenisnya.
Produk dari
proses konsentrasi gravitasi ada 3 (tiga), yaitu :
a) Konsentrat (concentrate) yang
terdiri dari kumpulan mineral berharga dengan kadar tinggi.
b) Amang (middling) yaitu konsentrat
yang masih kotor.
c) Ampas (tailing) yang terdiri dari
mineral-mineral pengotor yang harus dibuang.
Peralatan
konsentrasi gravitasi yang banyak dipakai adalah :
a) Jengkek (jig) dengan bermacam-macam
rekacipta (design).
b) Meja goyang (shaking table).
c) Konsentrator spiral (Humprey spiral
concentrator).
d) Palong / sakan (sluice box).
2.3.2 Konsentrasi
dengan Media Berat (Dense/Heavy Medium Separation)
Merupakan proses konsentrasi yang
bertujuan untuk memisahkan mineral-mineral berharga yang lebih berat dari
pengotornya yang terdiri dari mineral-mineral ringan dengan menggunakan medium
pemisah yang berat jenisnya lebih besar dari air (berat jenisnya > 1).
Produk dari
proses konsentrasi ini adalah :
-
Endapan (sink) yang terdiri dari mineral-mineral berharga yang berat.
-
Apungan (float) yang terdiri dari mineral-mineral pengotor yang ringan.
Peralatan
yang biasa dipakai adalah gravity dense/heavy medium separators yang
berdasarkan bentuknya ada 2 (dua) macam, yaitu :
a) Drum separator karena bentuknya silindris.
b) Cone separator karena bentuknya seperti corongan.
2.3.3
Konsentrasi Elektrostatik (Electrostatic Concentration)
Merupakan proses konsentrasi dengan
memanfaatkan perbedaan sifat konduktor (mudah menghantarkan arus listrik) dan
non-konduktor (nir konduktor) dari mineral.
Kendala
proses konsentrasi ini adalah :
-
Hanya sesuai untuk proses konsentrasi dengan jumlah umpan yang tidak terlalu
besar.
-
Karena prosesnya harus kering, maka timbul masalah dengan debu yang
berterbangan.
Mineral-mineral
yang bersifat konduktor antara lain adalah :
-
Magnetit (Fe3 O4)
-
Kasiterit (Sn O2)
-
Ilmenit (Fe Ti O3)
-
Molibdenit (Mo S2)
-
Wolframit [(Fe, M) WO4]
-
Galena (Pb S)
-
Pirit (Fe S2)
Produk dari
proses konsentrasi ini adalah :
-
Mineral-mineral konduktor sebagai konsentrat.
-
Mineral-mineral non-konduktor sebagai ampas (tailing).
Peralatan
yang biasa dipakai adalah :
a) Electrodynamic separator (high tension separator).
b) Electrostatic separator yang terdiri dari :
- plate
electrostatic separator
- screen
electrostatic separator
2.3.4
Konsentrasi Magnetik (Magnetic Concentration)
Adalah proses konsentrasi yang
memanfaatkan perbedaan sifat kemagnetan (magnetic susceptibility) yang dimiliki
mineral. Sifat kemagnetan bahan galian ada 3 (tiga) macam, yaitu :
-
Ferromagnetic, yaitu bahan galian (mineral) yang sangat kuat untuk
ditarik oleh medan magnet. Misalnya magnetit (Fe3 O4).
-
Paramagnetic, yaitu bahan galian yang dapat tertarik oleh medan magnet.
Contohnya hematit (Fe2 O3), ilmenit (Se Ti O3)
dan pyrhotit (Fe S).
-
Diamagnetic, yaitu bahan galian yang tak tertarik oleh medan magnet.
Misalnya : kwarsa (Si O2) dan feldspar [(Na, K, Al) Si3 O8].
Jadi produk
dari proses konsentrasi yang berlangsung basah ini adalah :
-
Mineral-mineral magnetik sebagai konsentrat.
-
Mineral-mineral non-magnetik sebagai ampas (tailing).
Peralatan
yang dipakai disebut magnetic separator yang terdiri dari :
1. Induced roll dry magnetic separator.
2. Wet drum low intensity magnetic
separator
Sedang letak
magnetnya bisa :
-
Suspended magnets
-
Suspended magnets with continuous removal
-
Cobbing drum
2.3.5
Konsentrasi Secara Flotasi (Flotation Concentration)
Merupakan proses konsentrasi
berdasarkan sifat “senang terhadap udara” atau “takut terhadap air”
(hydrophobic). Pada umumnya mineral-mineral oksida dan sulfida akan tenggelam
bila dicelupkan ke dalam air, karena permukaan mineral-mineral itu bersifat
“suka akan air” (hydrophilic). Tetapi beberapa mineral sulfida, antara lain
kalkopirit (Cu Fe S2), galena (Pb S), dan sfalerit (Zn S) mudah diubah
sifat permukaannya dari suka air menjadi suka udara dengan menambahkan reagen
yang terdiri dari senyawa hidrokarbon. Sejumlah reagen kimia yang sering
digunakan dalam proses flotasi adalah :
a) Pembuih (frother) yang berfungsi sebagai pen-stabil
gelembung-gelembung udara. Misalnya : methyl isobuthyl carbinol (MIBC), minyak
pinus, dan terpentin.
b) Kolektor / pengumpul (collector) yang bisa mengubah sifat permukaan
mineral yang semula suka air menjadi suka udara. Contohnya : xanthate,
thiocarbonilid, asam oleik, dll.
c) Penekan / pencegah (depresant) yang berguna untuk mencegah agar
mineral pengotor tidak ikut menempel pada udara dan ikut terapung. Misalnya :
Zn SO4 untuk menekan Zn S.
d) Pengatur keasaman (pH regulator) yang berfungsi untuk mengatur
tingkat keasaman proses flotasi. Misalnya : HCl, HNO3, Ca (OH)3,
NH4 OH, dll.
Produk
flotasi ada 3 (tiga) macam, yaitu :
-
Konsentrat (concentrate) yang berupa mineral-mineral yang ikut terapung
(mineral-mineral apungan) dengan gelembung-gelembung udara.
-
Amang (middling) yang merupakan mineral-mineral apungan yang masih mengandung
banyak mineral-mineral pengotor.
-
Ampas (tailing) yang tenggelam terdiri dari mineral-mineral pengotor.
Peralatan
yang biasa dipakai adalah :
a) Mechanical
flotation
Neraca Bahan Pada Pengolahan Bahan Galian
Untuk
mengetahui apakah suatu proses/alur pengolahan berjalan baik atau tidak, dapat
dilihat dari distribusi material pada tiap-tiap jalurnya. Evaluasi terhadap
alur proses dapat diawali dari neraca bahan. Neraca bahan dapat juga
digunakan untuk membuat perancangan alur proses pengolahan termasuk memilih
ukuran dan jenis peralatan. Secara garis besar pengolahan bijih dapat
direpresentasikan dengan diagram alir seperti gambar berikut:
Gambar 1.
Flow Sheet Pengolahan
Untuk sistem
yang kontinyu dan keadaan tidak ada akumulasi (penumpukan), maka neraca bahan
alur pengolahan dinyatakan sebagai berikut:
Umpan =
Konsentrat + Tailing
1. jika Umpan atau bijih yang masuk ke
pengolahan = F
2. dan Konsentrat yang ke luar
dari pengolahan = K
3. dan Tailing = T
Persamaan
dapat ditulis ulang menjadi:
F = K +
T (1)
1. Kandungan mineral dalam umpan
dinotasikan dengan ( f)
2. kadungan mineral dalam konsentrat
dinotasikan sebagai (k)
3. kandungan mineral dalam tailing
dinotasikan dengan (t)
Neraca bahan
untuk mineral berharga dapat dinyatakan sebagai berikut:
F.f = K.k +
T.t
(2)
Pada
pengolahan akan ada mineral berharga yang akan masuk ke jalur tailing, atau
sebaliknya sejumlah mineral pengotor akan masuk ke dalam konsentrat. Untuk
dapat menilai atau mengevaluasi keberhasilan dari pengolahan ini, maka dapat
digunakan parameter-parameter berikut:
a) Kadar, kandungan mineral berharga
dalam konsentrat. Kadar sebenarnya menunjukkan rasio massa mineral
berharga dalam konsentrat dibanding dengan berat konsentratnya.
b) Rasio Konsentrasi, menyatakan jumlah
umpan yang diperlukan untuk mendapatkan satu ton konsentrat.
c) Recovery, menyatakan jumlah atau
persentase mineral berharga yang dapat diambil dari umpan dan masuk ke konsentrat. Nilai
ini menunjukkan rasio mineral berharga yang ada dalam konsentrat dibanding
dengan mineral berharga dalam bijih. nilai ini juga menunjukkan effisiensi dari
pemisahan.
Recovery
dihitung dengan, R =100x [(
K.k)/(F.f)]
(3)
Rasio
Konsentrasi dihitung dengan, RK = F/K
Contoh Penggunaan Neraca Bahan Pengolahan Bahan Galian
Pada pabrik
pengolahan bijih besi dengan kapasitas 100 ton/jam umpan, mengolah bijih
berkadar 45% Fe, dan menghasilkan konsentrat 50 ton/jam dengan kadar 65%
Fe. Hitung berapa kehilangan Fe dalam tailing.
- total Fe dalam umpan adalah 100
ton/jam x 0,45 = 45 ton/jam.
- jumlah Fe dalam konsentrat
adalah 50 ton/jam x 0,65 = 32,5 ton/jam
- jadi recovery Fe adalah
R = 100 x
(32,5 / 45 ) = 72.2% atau
R =100 x [
(50 ton/jam x 0,65)/(100 ton/jam x 0.45)] = 72,2%
artinya
hanya 72,2 persen Fe yang dapat diambil dari umpan dan masuk ke konsentrat.
Sisanya yang
100 % – 72,2 % = 27,8 %, Fe masuk dalam Tailing. Jadi Fe yang masuk Tailing
adalah:
(100 ton/jam
x 0,45) x 27,8%= 12,5 ton/jam atau
(100 ton/jam
x 0,45) – (50 ton/jam x 0,65) =
45 ton/jam –
32,5 ton/jam = 12,5 ton/jam. Ini artinya ada 12,5 ton Fe yang hilang ke Taling
tiap jamnya.
Rasio
Konsentrasi
RK = (100
ton/jam) / (50 ton/jam)
RK = 2,
artinya untuk mendapatkan satu ton/jam konsentrat dibutuhkan dua ton/jam
umpan atau bijih.
Nilai
recovery dapat pula ditentukan dengan cara berikut:
F= K+
T ditulis
dalam bentuk lain, maka
T = F – K,
subsitusi terhadap persamaan 2.
F.f = K.k +
(F-K).t —> F.f = K.k + F.t-K.t —> F.f – F.t =
K.k-K.t —>
F(f – t) =
K(k – t) —>
K/F = (f
-t)/(k –
t)
(4)
Formula
Recovery yang sudah dijelaskan sebelumnya adalah:
R =100x [(
K.k)/(F.f)] dapat
ditulis ulang dalam:
R = 100 x
(K/F) x
(k/f)
(5)
substitusi
persamaan 4 ke dalam persamaan ke persamaan 5, sehingga diperoleh formula
recovery yang baru yaitu.
R = 100 x
(k/f) x [(f-t)/(k-t)]
Dari
formulanya diketahui bahwa untuk mencari nilai recovery, tidak perlu mengetahui
tonase tiap jalur produk maupun tonase umpan. Rumus ini dapat mengurangi
kesalahan dari data tonase.
2.4. PROSES REDUKSI UKURAN MINERAL
Mineral
yang berkristral cenderung pecah dalam berbagai bentuk dan ukuran yang tak
terhingga bilamana ada energi yang menekan. Permasalahan utama dalam reduksi
ukuran adalah dalam hal membatasi banyaknya mineral yang oversize ataupun
undersize, sekaligus meningkatkan jumlah hasil mineral hasil proses yang
ukurannya seperti yang diinginkan.2.4.1 Material Umpan
Semua jenis proses reduksi ukuran, baik proses crushing maupun grinding ditentukan oleh karakteristik umpan dari mineral (batuan/bijih). Parameter utama yang kita butuhkan dari karakteristik mineral tersebut adalah crushability atau grindability, juga dikenal dengan indeks kerja dan profil keausan yang dikenal dengan indeks abrasi. Index kerja dan indeks abrasi dari beberapa jenis material umpan dari proses crushing terhadap batuan, mineral dan bijih, terlihat dalam tabel dibawah.
2.4.2 Rasio Reduksi
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, semua operasi reduksi umumnya dilakukan dalam beberapa tahapan proses. Semua peralatan yang digunakan, crusher atau grinder masing – masing mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap ukuran umpan dan ukuran produknya. Hubungan antara peralatan dan ukuran mineral yang dihasilkan dikenal dengan rasio reduksi.
2.4.3 Crushing
Proses crushing berbeda – beda tergantung jenis mineral umpan, system operasinya, dan produk akhir yang diinginkan.
a)Proses Crushing untuk Batuan dan Gravel (Kerikil).
Proses crushing batuan atau gravel dengan produk akhir sebagai filler dalam industri pemberat (ballast), umumnya hasil proses masih berupa material kasar dengan ukuran dan bentuk yang tertentu. Ukuran produk hasil crushing berkisar dari 4 sampai 18 mm.
Untuk menjaga bentuk produk dan meminimalkan undersize, proses crushing ini dilakukan dalam beberapa tahapan.
Tiga tahapan proses crushing batuan untuk aplikasi concrete :
b). Proses Crushing untuk Bijih dan Mineral
Proses crushing yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan ukuran hasil akhir yang relative halus, sekitar 100 mikron (150 mesh). Jumlah tahapan crushing bisa dikurangi sampai pada ukuran yang diinginkan untuk kemudian diumpankan dalam proses grinding.
2.4.4 Perhitungan Rasio Reduksi pada proses Crushing.
Semua jenis crusher mempunyai rasio reduksi yang terbatas, sehingga reduksi ukuran seringkali harus dilakukan dalam beberapa tahap. Jumlah tahapan dalam proses crushing tersebut ditentukan oleh ukuran umpan, dan ukuran hasil yang diinginkan. Contohnya bisa dilihat dibawah
Ukuran Umpan : F80 = 400 mm
Batuan hasil proses peledakan berukuran 80% lebih kecil dari 400 mm
Ukuran produk yang diinginkan : P80 = 16 mm
Umpan grinder 80% lebih kecil dari 16 mm
Total rasio reduksi
R = F80 / P80 = 400 / 16 = 25
Rasio reduksi dalam crushing tahap pertama
R1= 3
Rasio reduksi dalam crushing tahap kedua
R2 = 4
Rasio reduksi total dari dua tahap crushing = R1xR2 = 3x4 = 12
Rasio total tersebut kurang dari rasio yang dibutuhkan yaitu sebesar 25, sehingga dibutuhkan proses crushing tahap ketiga. Dengan tiga tahapan crushing yang dilakukan, kita bisa mengurangi ratio reduksi dalam tiap tahap untuk menurunkan beban kerja peralatan.
Sebagai contoh :
Reduksi tahap pertama, R1 = 3
Reduksi tahap kedua, R2 = 3
Reduksi tahap ketiga, R3 = 3
Dari ketiga tahap tersebut maka didapatkan Rasio reduksi total
R1 x R2 x R3 = 3 x 3 x 3 = 27
Rasio reduksi tersebut sudah mencukupi rasio reduksi yang dibutuhkan.
2.4.5 Pemilihan Crusher.
Setelah mengetahui berapa tahapan proses crushing, dilanjutkan dengan pemilihan jenis crusher yang tepat untuk setiap tahapan reduksi ukuran. Pemilihan jenis crusher ini tergantung dari ukuran umpan, kapasitas, tingkat kekerasan, dan beberapa hal lain. Untuk crusher tahap pertama, bisa dilihat dibawah.
a). Tipe Primary Crusher (Crusher tahap pertama)
Untuk umpan yang lunak (kekerasan dibawah 5 skala mohs), alternatif pertamanya adalah dengan menggunakan Horizontal Impaktor (HIS) jika tidak dibutuhkan kapasitas yang terlalu besar.
Untuk umpan yang lebih keras, pilihannya adalah dengan menggunakan gyratory crusher atau jaw crusher.
Ukuran Primary Crusher
Crusher biasanya dibedakan dari ukuran umpan yang terbesar. Pada umpan dengan ukuran tertentu, dengan mengetahui kapasitasnya, kita bisa menentukan mesin yang sesuai.
Contoh: batuan yang keras setelah diledakkan dengan ukuran yang paling besar 750 mm. Kapasitas 2000 ton/jam.
- Jenis Primary crusher yang digunakan?
- Cek pada dua mesin kompresi dibawah dan tentukan titik sizing.
- Pilihan yang tepat adalah tipe superior S60-89.
Primary Gyratory – ukuran umpan vs kapasitas.
Primary Jaw Crusher – Ukuran umpan vs kapasitas
Primary Impaktor – Ukuran umpan vs kapasitas
b).Tipe Secondary Crusher
Dalam sirkuit crushing batuan, tahapan crushing kedua biasanya diperlukan untuk mengontrol ukuran dan bentuk produk. Jaw crusher dalam banyak kasus tidak dikategorikan sebagai secondary crusher. Yang seringkali digunakan dalam proses secondary ini adalah cone crusher.
Cone Crusher.
Dibandingkan dengan jenis crusher yang lain, cone crusher mempunyai beberapa keuntungan yang membuatnya sangat cocok digunakan untuk proses reduksi ukuran dan pembentukan. Keuntungan tersebut ada pada chamber dan kemungkinan untuk mengganti umpan selama proses berlangsung.
- Intake dari chamber pas dengan ukuran umpan
- Setiap ukuran mesin mempunyai pilihan chamber yang berbeda – beda.
- Setiap chamber mempunyai hubungan antara ukuran umpan dan kapasitas yang tertentu.
- Dengan menaikkan Ecc. (Eksentrik setting pada CSS=Closed Side Setting yang sama) akan meningkatkan kapasitasnya, dengan resiko hasilnya akan lebih kasar.
- Dengan meunurunkan CSS akan menurunkan kapasitas.
Perkiraan ukuran produk:
- Dari Cone Crusher 70 – 80% < CSS
- Dari Gyratory Crusher 55 – 60% < CSS
Ukuran Secondary Crusher
Secondary Crusher – Ukuran umpan vs kapasitas (Range GPS)
Cone Crusher – Ukuran umpan vs Kapasitas (Range HP dan MP)
Secondary Impaktor – Ukuran umpan vs kapasitas
c). Crushing Tahap Akhir
Reduksi ukuran akhir dan sekaligus bentuk akhir dari mineral dihasilkan pada tahap ini, yang lebih lanjut akan berpengaruh terhadap mutu dari produk akhir. Untuk batuan dengan karakter yang relative keras, hanya ada dua pilihan sirkuit yaitu cone crusher atau vertical shaft impaktor (VSI).
Vertikal Shaft Impaktor (VSI)
Horisontal Impaktor biasanya impaktor berupa logam. Ini berarti sirkuit impaktor tersebut terbatas kemampuannya hanya untuk mineral atau batuan dengan kekerasan yang tertentu saja, dimana untuk material yang lebih keras keausan akan menjadi masalah yang signifikan.
VSI Impaktor dengan tipe Barmac menggunakan metode impak batuan terhadap batuan dimana impaktornya dilapisi dengan batuan pelindung. Proses crushing terjadi dalam suatu system yang dikenal dengan “rock cloud” dalam crushing chamber, efek impak bukan terjadi antara umpan batuan dengan batuan pelindung.
Ukuran Crusher tahap akhir
Tertiary cone crusher – Ukuran Umpan vs Kapasitas
Tertiary Cone Crusher – Ukuran Umpan vs Kapasitas
VSI Crusher – Ukuran umpan vs Kapasitas
d). Wet Crushing sebelum Proses Grinding.
WaterFlush merupakan proses crushing secara basah yang telah dipatenkan untuk menghasilkan partikel yang lebih halus dengan menggunakan cone crusher yang telah didesain secara khusus. Metode ini ditujukan khususnya untuk aplikasi tambang pada secondary crushing, dan crushing bijih yang akan dilakukan pelindian (leaching). Output dari crusher merupakan slurry denngan 30 – 70% padatan. Proses waterflush ini bisa dijadikan alternative untuk crushing konvensional sebelum memasuki proses grinding.
2.4.6 Grinding
Reduksi ukuran dengan proses crushing mempunyai keterbatasan dalam hal ukuran akhir partikel. Untuk reduksi ukuran lebih lanjut, katakan dibawah 5 – 20 mm, harus dilakukan proses grinding. Grinding merupakan proses powdering atau pulverizing dengan menggunakan gaya mekanika batuan seperti impak, kompresi, penggesekan, dan penggerusan.
Dua tujuan utama dari proses grinding adalah:
a) Untuk membebaskan mineral – mineral yang terperangkap
dalam kristal batuan (bijih),
sehingga kandungan mineral tersebut semakin tinggi akibat terpisah dengan
kandungan lain.
b) Menghasilkan partikel halus dari fraksi – fraksi
mineral dengan memperbanyak permukaan spesifik.
Metode – metode
Grinding
a) Grinding Mill
Rasio Reduksi
Semua jenis impaktor mempunyai rasio reduksi yang terbatas. Di bawah terdapat reduksi ukuran secara teoritis dan kisaran daya yang dibutuhkan untuk grinding mill yang berbeda – beda.
Rasio Reduksi
Semua jenis impaktor mempunyai rasio reduksi yang terbatas. Di bawah terdapat reduksi ukuran secara teoritis dan kisaran daya yang dibutuhkan untuk grinding mill yang berbeda – beda.
b) Biaya Operasional Grinding
Biaya utama dalam proses grinding adalah untuk energi, liner, dan media grinding. Biaya tersebut berbeda besarannya untuk tipe grinder yang berbeda.
Biaya utama dalam proses grinding adalah untuk energi, liner, dan media grinding. Biaya tersebut berbeda besarannya untuk tipe grinder yang berbeda.
c) Lining untuk
grinding mill
Lining dengan bahan karet (rubber) akan memberikan umur pakai yang lebih panjang, ringan, mudah untuk diinstal, dan bisa meredam bunyi akibat proses yang berlangsung. Untuk tingkat kekerasan input grinding yang lebih tinggi, lining bisa menggunakan baja dengan pelapis karet. Apabila dua pilihan tersebut diatas tidak bisa digunakan sebagai akibat temperature proses yang tinggi, ukuran umpan, atau adanya bahan kimia tertentu, maka lining dari baja bisa digunakan.
Ore-bed merupakan lining menggunakan bahan karet yang dilapisi bahan magnet permanen untuk aplikasi khusus seperti Verti mills, grinding untuk mineral magnetit.
Lining dengan bahan karet (rubber) akan memberikan umur pakai yang lebih panjang, ringan, mudah untuk diinstal, dan bisa meredam bunyi akibat proses yang berlangsung. Untuk tingkat kekerasan input grinding yang lebih tinggi, lining bisa menggunakan baja dengan pelapis karet. Apabila dua pilihan tersebut diatas tidak bisa digunakan sebagai akibat temperature proses yang tinggi, ukuran umpan, atau adanya bahan kimia tertentu, maka lining dari baja bisa digunakan.
Ore-bed merupakan lining menggunakan bahan karet yang dilapisi bahan magnet permanen untuk aplikasi khusus seperti Verti mills, grinding untuk mineral magnetit.
d) Pemilihan Grinding Mill
Dasar penentuan sizing dari grinding mill adalah dengan menentukan konsumsi daya spesifik dari tahapan – tahapan proses grinding (primary, secondary, tertiary)
Dasar penentuan sizing dari grinding mill adalah dengan menentukan konsumsi daya spesifik dari tahapan – tahapan proses grinding (primary, secondary, tertiary)
Sirkuit Grinding
Proses wet-grinding dengan umpan k80 25 – 30 mm, output k80 0.3 – 2 mm (#8 - #48) dalam sirkuit terbuka.
Salah satu flowsheet yang paling sering dipakai pada pabrik konsentrat adalah wet grind dengan umpan sebesar 25 mm atau ukuran produk akhir. Keluaran dari rod mill adalah 1 mm (#16).
Grinding ball satu tahapan dan sirkuit klasifikasi tunggal.Sirkuit yang paling sederhana dan umum (walaupun bukan yang paling efisien) adalah wet-grinding dengan ukuran umpan maksimum k80 ¬sebesar 15 mm atau lebih halus untuk ukuran produk yang dihasilkan.
Autogeneus – Satu tahap
Autogeneus + Crusher
Untuk kasus yang tidak terlalu umum dimana ukuran kritis dari pebbles dan hasil grinding yang tidak efisien.
Autogeneus + Ball Mill + CrusherProses wet-grinding dengan umpan k80 25 – 30 mm, output k80 0.3 – 2 mm (#8 - #48) dalam sirkuit terbuka.
Salah satu flowsheet yang paling sering dipakai pada pabrik konsentrat adalah wet grind dengan umpan sebesar 25 mm atau ukuran produk akhir. Keluaran dari rod mill adalah 1 mm (#16).
Grinding ball satu tahapan dan sirkuit klasifikasi tunggal.Sirkuit yang paling sederhana dan umum (walaupun bukan yang paling efisien) adalah wet-grinding dengan ukuran umpan maksimum k80 ¬sebesar 15 mm atau lebih halus untuk ukuran produk yang dihasilkan.
Autogeneus – Satu tahap
Autogeneus + Crusher
Untuk kasus yang tidak terlalu umum dimana ukuran kritis dari pebbles dan hasil grinding yang tidak efisien.
Sering disebut juga sebagai sirkuit ABC, dibandingkan jenis sirkuit sebelumnya (Autogeneus + Crusher), pada sirkuit ini ditambahkan sebuah ball mill. Sirkuit jenis ini bisa digunakan untuk lebih menghaluskan produk dari primary mill yang terlalu kasar. Kebanyakan untuk operasi secara basah, tetapi secara kering juga bisa dilakukan.
Autogeneus + Pebble Mill
Grinding Auto Geneus dua tahap dengan primary mill dalam sebuah sirkuit terbuka dan secondary pebble mill dalam sirkuit tertutup.
Autogeneus + Ball Mill / VertiMill
Sirkuit ini sama dengan sirkuit diatas, tetapi dalam sirkuit ini pebble mill diganti dengan ball mill atau vertimill. Sirkuit ini digunakan apabila tidak terdapat pebble mill dalam sirkuit atau semua grinder autogeneus menghasilkan partikel halus yang terlalu banyak.
Semi Autogeneus + Ball Mill / VertiMill
Sama seperti sirkuit sebelumnya, hanya dengan menggunakan primary mill sebagai semi autogeneus, yang dalam banyak kasus berarti kapasitas yang lebih besar. Di Amerika Serikat / Kanada banyak sirkuit dengan model Autogeneus + Ball Mill / Verti Mill telah dikonversi ke sirkuit jenis ini.
Semi Autogeneus satu tahap.
Seperti jenis sirkuit 1, tetapi dalam sirkuit ini mill difungsikan sebagai semi autogeneus. Kondisi tersebut menyebabkan kapasitasnya meningkat selain aplikasinya yang menjadi semakin luas. Tetapi biaya operasionalnya juga meningkat akibat tingkat keausan yang menjadi tinggi (ball dan lining mudah habis).
Sirkuit tertutup dengan classifier
Untuk sirkuit proses basah dengan produk akhir yang diinginkan tidak terlalu halus dan atau tidak ada batas kekasaran atau oversize dari produk akhir. Ukuran umpan maksimum sebesar 6 mm.
Sirkuit tertutup dengan Cyclone
Untuk proses basah dengan ukuran produk yang halus atau sangat halus.
III.4.5. Kalkulasi Daya pada Proses Grinding
Formula dasar yang digunakan untuk kalkulasi ini adalah formula Bond.
W (konsumsi daya spesifik) =
Dengan P dan F merupakan 80% dari ukuran produk dan umpan yang lewat dalam micron, dan Wi dalam kWh/sh.t.
Untuk P = 100 dan F sangat besar, Wi secara kasar sama dengan W, dengan kata lain W = konsumsi daya spesifik untuk proses kominusi sebuah material dengan ukuran tertentu k80 = 100 mikron, dapat dilihat dibawah ini.
Pulverizing pada batubara
Coal Pulverizing merupakan aplikasi yang penting untuk grinding mill (tipe ball mill) dan banyak keuntungan yang didapatkan dengan menggunakan grinding tumbling.
Kapasitas tipikal (kelembaban umpan 8%)
Grinding vs Pengayaan dan Upgrading
Pada tahapan – tahapan reduksi ukuran,sebenarnya kita juga menciptakan kondisi – kondisi untuk tahapan – tahapan proses selanjutnya, yaitu pengayaan dan upgrading.
Dari gambar dibawah, kita bisa melihat efek dari under dan over grinding. Kehilangan performa pada saat proses separasi, sedimentasi dan dewatering akibat adanya mis-grinding menyebabkan masalah yang besar untuk banyak operasi, menurunkan nilai ekonimis proses.
BAB III
PENUTUP
3.I Kesimpulan
a) Pengolahan
mineral (mineral dressing) adalah pengolahan mineral secara fisik.
b) Tujuan teknis lebih mengedepankan
bagaimana memperoleh produk (konsentrat) yang memenuhi syarat yang diinginkan,
baik untuk proses selanjutnya, atau untuk konsumen. Secara teknis persyaratan
yang diperlukan untuk konsentrat adalah:
·
Kandungan
mineral berharga harus lebih besar dari nilai minimum yang ditentukan.
·
Kandungan
gangue mineral harus lebih kecil dari nilai maksimum yang ditentukan.
c) Proses pemisahan dilakukan secara
mekanis dengan memanfaatkan perbedaan sifat-sifat fisik mineral yang akan
dipisah
3.II Saran
LAMPIRAN
Contoh
perhitungan ukuran dan ditribusi
Log
(ukuran)
|
ukuran
|
tertampung
|
Tertampung
|
Lolos
|
Log
(lolos)
|
|
mikron
|
gram
|
(%)
|
(%)
|
|
3.15
|
1410
|
5.22
|
2.61
|
97.39
|
1.99
|
3.1
|
1190
|
18.6
|
9.3
|
88.09
|
1.95
|
2.92
|
841
|
23.6
|
11.8
|
76.29
|
1.89
|
2.76
|
579
|
25.78
|
12.8
|
63.49
|
1.81
|
2.62
|
420
|
19.62
|
9.8
|
53.69
|
1.73
|
2.47
|
297
|
16.38
|
8.18
|
45.51
|
1.66
|
2.32
|
210
|
15.48
|
7.73
|
37.78
|
1.58
|
2.17
|
149
|
11.2
|
5.59
|
32.19
|
1.51
|
2.02
|
105
|
12.28
|
6.13
|
26.06
|
1.42
|
1.86
|
74
|
7.75
|
3.87
|
22.19
|
1.35
|
0
|
-74
|
44.19
|
22.08
|
0
|
0
|
|
200.1
|
100
|
|
Solusi perhitungan
Tertampung (%)
=
%
Lolos(%) =total
tertampun % - tertampung n....+n
Dari grafik
dihasilkan pesamaan y=0.5041x+0.4044 sehingga gradien (M)=0.5041
Y=100
m Y=100
)0.5041
45.39=100(
)0.5041
Y=100(
0.5041d 0.5041
0.4593=(
0.5041
Y=2.573 d0.5041
0.20869k=297
K=1423.167
DAFTAR PUSTAKA